_PAGI YANG INDAH_

*Damai itu indah*
Seperti membaca tulisan ini, Kalimat ini sekilas muncul.
Kalo kamu?

*Empat Faktor Untuk Mencapai Sotapanna*4

Sebagai umat buddha, tujuan tertinggi adalah5 tercapainya pembebasan sejati atau Nibbana.
Namun terkadang kita berpikir untuk mencapai Nibbana mungkin amat sulit. Tetapi untuk mencapai tataran yang pertama yaitu Sotapanna, rasanya lebih memungkinkan.5

_Seseorang yang telah mencapai tingkatan Sotapanna, akan terus mencapai tingkatan kesucian berikutnya dan ia tidak mungkin lagi terlahir di empat alam menderita._

Secara arti kata, sotapanna terdiri dari 2 kata yaitu *sota* dan *apanna*.

*Sota* secara harafiah berarti *aliran (aliran air).* Namun diterjemahkan sebagai *Jalan Mulia Beruas Delapan.*

*Apanna* berarti *memasuki aliran.*

_Jadi Sotapanna berarti orang yang telah mencapai kesucian tingkat pertama dengan memasuki arus Jalan Mulia Beruas Delapan._

Sebagai perumpamaannya, seperti kayu dibawa oleh aliran air sungai, pada akhirnya akan sampai ke samudera.

Sama seperti orang yg telah memasuki arus Jalan Mulia Beruas Delapan, maka orang itu sudah pasti akan sampai di Nibbana.

Pada suatu kesempatan Sang Buddha yang sedang berdiam di Jetavana. Beliau sengaja meminta kepada YM. Sariputta, untuk menjelaskan apa saja faktor-faktor untuk mecapai Sotapanna.

Dan YM. Sariputta menjawab :
1. Bergaul dengan mereka yang baik.
2. Mendengarkan Dhamma yang sesungguhnya.
3. Sikap yang patut dan perhatian yang bijaksana (yuniso manasikara).
4. Praktek sesuai dengan Dhamma.

Selanjutnya mari kita bahas faktor ini satu per satu.

*1. Bergaul Dengan Mereka Yang Baik.*

Ini sangat penting. Adakalanya seseorang yang tadinya baik, tetapi karena bergaul dengan mereka yang tidak baik, kemudian orang tersebut ikut menjadi tidak baik.

Seperti dikisahkan Pangeran Ajatasattu yang merupakan putra dari Raja Bimbisara. Sewaktu muda, ia bergaul dengan Devadatta, yang kemudian menghasutnya untuk membunuh Raja Bimbisara, ayahnya sendiri dan merebut tahta kerajaan.

Setelah menjadi Raja Ajatasattu, ia merasa sangat tersiksa oleh rasa bersalah karena telah membunuh ayahnya. Karena itu ia mencari berbagai guru, tetapi tidak ada seorangpun yang dapat membuatnya merasa lebih baik.

Hingga suatu hari, dengan ajakan temannya bernama Jivaka (seorang yang memiliki keyakinan kuat terhadap Sang Buddha dan merupakan penyokong Buddha Dhamma) untuk menemui Sang Buddha di Hutan Mangga.

Pada saat itu Sang Buddha sedang memberikan dhammadesana pada 500 orang bhikkhu.

Melihat para bhikkhu begitu khidmat dan penuh hormat saat mendengarkan Dhamma dari Sang Buddha, Raja Ajatasattu merasa sangat damai dan tenang batinnya. Maka kemudian ia menghampiri Sang Buddha dan bertanya apakah manfaat seseorang menjadi bhikkhu.

Sang Buddha menjawab dengan uraian panjang. Dan setelah mendengar penjelasan Sang Buddha, Raja Ajatasattu merasakan kebahagiaan yang luar biasa.

Karena itu sang raja langsung meminta Sang Buddha agar menerimanya sebagai upasaka, dan bertekad sejak saat itu ia akan menjadi penyokong Buddha Sasana.

Ketika Raja Ajasattu meninggalkan tempat itu, Buddha berkata kepada para bhikkhu:

*_"Jika saja Raja itu tidak membunuh ayahnya sendiri, maka diakhir dhammadesana tadi, seharusnya Raja telah mencapai tingkat kesucian Sotapanna. Karena ia telah memiliki parami yang cukup..
Namun karena Raja telah melakukan kejahatan berat, maka tidak mungkin lagi baginya untuk mencapai kesucian pada kehidupan ini._*

Itulah contoh betapa pentingnya bergaul dengan mereka yang baik. Karena bergaul dengan yang jahat, Raja Ajatasattu kehilangan kesempatan mencapai kesucian di kehidupan ini dan terlahir di alam neraka.

Beruntung kemudian ia memiliki teman yang baik (Jivaka) yang mengenalkannya pada Dhamma, memberinya kesempatan untuk menyokong Buddha Sasana, sehingga setelah selesai kehidupannya di neraka berakhir, ia akan menjadi seorang Pacceka Buddha.

*2. Mendengarkan Dhamma Yang sesungguhnya.*

Sangat penting untuk mendengarkan dan mempelajari Dhamma Sejati, agar kita memiliki pengetahuan untuk dapat mencapai kesucian.

Pada zaman Sang Buddha, ada anak seorang pelatih gajah. Ia bernama Pessa.

Pada suatu hari, Buddha datang berkunjung ke kotanya. Pessa dan temannya pergi untuk melihat Sang Buddha.

Kemudian Pessa berkata kepada Buddha bahwa manusia itu sangat tidak jujur, seringkali menyembunyikan pemikiran dan perasaannya. Berbeda dengan gajah, hewan itu sangat jujur.

Kemudian Sang Buddha meminta Pessa untuk duduk dan mendengarkan Dhamma, tetapi ia menolak karena alasan sibuk dan pergi.

Kemudian Sang Buddha berkata kepada murid-muridnya, jika saja Pessa mendengarkan satu bait saja atau 4 kalimat singkat dari ceramah Dhamma itu, maka selesai satu bait itu, Pessa akan menjadi seorang Sotapanna. Ia memiliki pengetahuan yang tajam dan parami yang cukup.

Tetapi karena ia tidak mau mendengarkan Dhamma saat itu sehingga ia kehilangan kesempatan untuk mencapai kesucian.

*3. Sikap Yang Patut dan Perhatian Yang Bijaksana (Yoniso Manasikara).*

Ini sangat penting untuk dimiliki oleh siapapun. Yaitu suatu sikap yang pantas dan perhatian yang bijaksana untuk dapat melihat segala hal dari sisi positif. Sehingga persoalan apapun yang timbul, orang yang memiliki perhatian yang bijaksana, tidak akan membuat masalah yang baru, tetapi akan mencari penyelesaian yang terbaik.

Pada salah satu sutta, Sang Buddha mengatakan jika seseorang memiliki Yoniso Manasikara, maka ia telah memiliki faktor yang paling penting untuk mengawali kebaikan-kebaikan lainnya.

Yoniso Manasikara merupakan sebab yang utama, bagaikan pintu gerbang. Jika pintu itu tertutup, maka tidak ada jalan untuk masuk.

Namun jika seseorang memiliki sikap yang patut dan perhatian yang bijaksana, maka orang itu telah membuka pintu gerbangnya sehingga kebaikan2 atau kusala2 yang lain dapat ikut masuk dan menyertai dalam kehidupannya.

*4. Praktek Sesuai Dengan Dhamma.*

Mendengar dan mempelajari Dhamma saja tidak cukup. Maka setiap orang perlu untuk praktek Dhamma dengan bermeditasi.

Bhikkhu Ananda, adalah sepupu Sang Buddha. Tidak lama setelah menjadi bhikkhu, ia telah mencapai tingkatan Sotapanna.

Kemudian Bhikkhu Ananda ditunjuk untuk melayani sang Buddha, selama 25 tahun, hingga Sang Buddha Parinibbana.

Setelah Sang Buddha Parinibbana, kemudian akan diadakan konsili yang pertama yang akan dihadiri oleh 499 Arahat dan Bhikkhu Ananda yang saat itu masih seorang Sotapanna.

Selama 25 tahun melayani Sang Buddha, Bhikkhu Ananda tidak memiliki banyak waktu untuk berlatih.

Ia kemudian berlatih meditasi dengan sangat giat, sebelum konsili pertama itu diselenggarakan.

Hingga malam terakhir sebelum Konsili pertama diadakan, Bhikkhu Ananda masih belum berhasil mencapai tingkat Arahat.

Ia begitu kuatir dan kemudian teringat kata-kata Sang Buddha sebelum Parinibbana, yaitu Bhikkhu Ananda sesungguhnya telah memenuhi semua parami untuk mencapai kesucian yang tertinggi, hanya saja masih kurang berlatih.

Jika Bhikkhu Ananda berlatih meditasi, maka ia akan segera Tercerahkan.

Menjelang subuh, Bhikkhu Ananda berpikir bahwa ia telah mengerahkan usahanya terlalu kuat. Ia pun mulai pasrah dan memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum menghadiri Konsili pagi itu.

Pada saat itu Bhikkhu Ananda dalam posisi ingin merebahkan diri, dan seketika itu Beliau mencapai Pencerahan.

Bhikkhu Ananda tidak mencapai pencerahan dalam posisi formal meditasi: tidak dalam posisi duduk, berdiri, berjalan atau berbaring. Ia mencapainya pada posisi setengah berbaring.

Dengan demikian, maka kita seharusnya paham bahwa sangatlah penting untuk menjadi *_"sadar"_* dalam melakukan aktivitas kita sehari-hari.

Karena itu praktek meditasi sesuai dengan Dhamma sangatlah penting dan merupakan faktor terakhir yang dapat membawa kita pada kesucian.

Bahkan seorang Bhikkhu Ananda pun, masih perlu untuk menjalankan praktek meditasi.

Praktek meditasi dilakukan bukan hanya saat kita dalam posisi meditasi formal, tetapi hendaknya juga dilakukan setiap saat dengan berusaha menyadari semua aktivitas dalam kehidupan kita sehari-hari.

Itulah keempat faktor yang harus dipenuhi, agar kita memiliki peluang untuk mencapai tataran Sotapanna pada kehidupan kali ini juga..

Semoga tulisan ini membawa manfaat dan membangkitkan semangat dalam diri kita masing-masing, bahwa tingkatan kesucian bukanlah sesuatu hal yang mustahil, ataupun hanya angan-angan belaka entah berapa banyak kehidupan lagi baru dapat tercapai.

_Tetapi jika kita memiliki keyakinan, semangat dan ketekunan, untuk senantiasa hidup sesuai dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan dan mengupayakan keempat faktor tadi dalam kehidupan kita, sangatlah mungkin kita dapat mencapainya dalam kehidupan kali ini juga._

_Jangan menunda apa yang bisa dikerjakan hari ini, karena besok belum tentu datang._

_Dirangkum dari dhammadesana Sayadaw Osadha._

_Oleh : Yolanda_


*Gaya hidup*
by: Erizeli Bandaro
( revolusi mental )

Usia 39 tahun saya kena strok ringan dan kemudian empat tahun kemudian atau usia 43 tahun saya kena strok ringan lagi ketika sedang di guangzho. Salah satu dokter di china menasihati saya agar mengubah gaya hidup. Gimana caranya? Perkaya spritual kamu. Ubah persepsi kamu tentang kesuksesan. Ubah persepsi kamu tentang harta. Ubah persepsi kamu tentang kehormatan. Ubah persepsi kamu tentang bahagia. Ya apa tip yang jitu untuk bisa mengubah persepsi itu? Desak saya. Menurutnya “ melihat lah kedalam. Jangan melihat keluar. Melihat keluar kamu akan tersesat. Melihat kedalam kamu akan tercerahkan. Sehingga semua itu dapat terjawab dengan mudah. “

Saya kuasai ilmu agama karena ibu  dan nenek saya ulama. Dari kecil saya sudah diajarkan soal Tauhid dan Syariah. Tetapi saya tidak menemukan jawaban yng memuaskan. Bagi saya ilmu, tetaplah ilmu namun itu bukan jalan saya menemukan cahaya. Saya ingin sehat. Karenanya saya  ikut program healing di Hunan di pedepokan Shaolin. Saya juga pernah ikut program ritual Mutih. Benarlah lewat program itu saya menemukan jawaban yang membuat saya tenteram. Bahwa apapun yang membentuk pribadi saya itu tergantung kepada persepsi saya. Kesalahan terbesar adalah bila persepsi saya tentang materi berhubungan dengan kebahagian, kelengkapan diri. Sampai mati saya tidak akan pernah menemukan kebahagiaan dan kelengkapan. justru saya akan terperangkap paradox.

Atas dasar pemahaman baru itu, saya bisa tersenyum dengan keadaan diluar saya yang masih menganggap sukses ukurannya adalah harta dan jabatan.  Saya melihat kedalam diri saya. Saya menemukan kebahagiaan dan kelengkapan ketika saya bisa Relax dengan kekurangan, hinaan, pujian, dan kelebihan harta. Persepsi saya semua itu sama saja. Itu hanya virtual yang bisa saya luruskan melalui latihan spritual setiap waktu. Akhirnya saya bisa selalu Relax. Bisnis deal sukses dan gagal tidak pernah lagi membuat saya euforia atau stres. Sayapun tak pernah lagi menghitung saldo uang di bank atau jumlah asset.  Saya tidak terhina bila mengajak orang beramal dan berbagi.  Karena saya ingin orang bahagia menurut persepsi saya. Bahwa berbagi itu menyehatkan jiwa.

Kemanapun saya naik angkutan umum. Tanpa kendaraan pribadi. Makan ditempat orang kebanyakan Ok, ditempat berkelas juga biasa saja. Tangan saya bersih tanpa jam tangan seharga puluhan ribu dollar.  Pakaian saya sederhan. Dipuji orang tidak membuat saya mabuk. Di hina orang tidak membuat saya rendah.  Apa yang terjadi karena itu ? Kini diusia 56 tahun. Alhamdulilah.  Badan saya sehat. Penyakit jantung dan darah tinggi pun hilang. Penyakit kolestrol hilang.  asam lambung sembuh. Benar menurut Peneliti Jepang bahwa penyebab penyakit adalah karena 50% faktor spiritual, Psikis 25%, Sosial 15% dan Fisik 10%.  Jadi phisik yang dijaga setengah mati dengan menu sehat dan Gym ternyata hanya 10% faktor yang membuat anda sehat.

Jadi kalau kita ingin selalu sehat, perbaiki : Diri kita, Pikiran kita,terutama hati kita dari segala jenis penyakit. Hindari  iri, dengki, pendendam, fitnah, benci, amarah terpendam, sombong, pelit, egois, keras kepala, sedih, malas, dan lainnya. Perbanyak Doa dan mudah memaafkan. Lembutkan hati dan ikhlaskan yg sudah terjadi. Banyak bersyukur dan nikmati kebahagiaan sekecil apapun. Jalin persaudaraan yang mengajak dan selalu mengingatkan dalam kebaikan. Serap ilmu dari arah mana saja. Dari kawan maupun lawan.

Selamat pagi Frens !


KISAH NYATA

WARTAWAN YG HASIL FOTONYA DAPAT PENGHARGAAN DUNIA, BUNUH DIRI KARENA MENYESAL TIDAK MENOLONG GADIS YG DIFOTONYA.

Penghargaan tertinggi Jurnalistik Pulitzer 1994 adlh tentang seorg gadis yg menangis kelaparan & berusaha merangkak kelelahan menuju camp pengungsian PBB berjarak 1 Km dr tempatnya, dg tanpa pakaian & tulang kurus menonjol di mana², sementara di belakangnya di bayang²i burung pemakan bangkai yg sdh mencium bau kematian gadis kecil tsb.

Foto tsb di ambil di Afrika Selatan oleh seorg wartawan bernama Kevin Carter, yg mendengar suara tangis anak tsb, sempat menunggu selama 20 menit spy burung pemakan bangkai itu pergi, tp akhirnya... sekedar mengambil foto gadis itu krn burung pemakan bangkai tdk juga meninggalkan gadis tsb & Kevin meninggalkannya begitu saja krn dia takut tertular penyakit dsb.

Ttp...begitu foto tsb dipublikasikan, New York Times yg menerima foto tsb segera menerima ribuan telepon menanyakan kabar gadis itu :
"Apakah dia mati ?"

"Apakah bisa sampai ke penampungan PBB ?"

"Apakah dimakan burung pemakan bangkai ?"

"Bgmn saya bisa menolong gadis tsb ?"

"Mengapa KEVIN tdk menolong anak gadis itu ?"

2 bln setlh menerima penghargaan tsb, Kevin mati bunuh diri krn dihantui pemandangan tsb.

Dia tdk prnh berhenti menangis menyesali diri.
Dia lebih mengutamakan ketenarannya drpd menolong gadis kecil tsb.

"MENGAPA AKU TIDAK MENOLONG ANAK GADIS ITU !!!"

Itulah yg selalu ada dihatinya.

Penyesalan mmg selalu dtg terlambat.

Selagi masih ada KESEMPATAN ... berbuat baiklah pd banyak org, ...jgn mengharapkan imbal baliknya...

Jangan sampai kita menyesali diri krn KESEMPATAN UTK BERBUAT BAIK itu, sdh tertutup.

Jangan berhenti.
Taburkan benih kebaikan sebanyak mungkin dalam bentuk apapun disetiap jejak langkah kehidupan kita.
Jangan pikirkan apa yg terjadi setelah itu.
Akan ada kemudahan yg nyata dalam setiap masalah yg kita hadapi.
Indahnya kehidupan akan kita rasakan saat taburan kebaikan itu menyelimuti orang-orang.

šŸ’ššŸ™šŸ’š
Benarkah wartawan ini menyesal?
Mari kita coba pengetahuan vipasana kita, mari kita coba melihat bersama, melihat apa yang tidak terlihat...šŸ™

*Penyesalan tidak pernah datang, apalagi terlambat.* Orang yang melekat pada pandangannya sendiri, pada dasarnya dia tidak pernah menyesal...sampai matipun tidak, tidak menyesal. (Bagai Katak mati dalam tempurung.)   šŸ’ššŸ™šŸ’š


Sanubari Teduh – Kekekalan dan Ketidakkekalan

https://youtu.be/qvE3ub0SzKw

Saudara se-Dharma sekalian, setiap pagi di waktu ini kita merasakan suasana yang sama. Meski sama-sama disebut pagi hari, namun waktu yang sama tak pernah kembali. Pagi hari ini bukanlah kemarin. Pagi hari esok juga tidak sama dengan pagi hari ini. Demikian pula, segala sesuatu di dunia ini telah mengalami proses perubahan, terbentuk, berlangsung, berubah, lenyap. Tubuh manusia juga mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Ini menunjukkan bahwa unsur-unsur pembentuk berproses dalam tingkatan yang sangat halus baik pada makhluk hidup maupun bukan. Dengan kata lain, segala sesuatu di dunia ini, mengalami prinsip kebenaran yang sama, terus terkena proses perubahan. Tiada yang tiada berubah. Inilah ajaran Buddha pada kita. Namun orang awan dan praktisi spritual memiliki cara pandang yang berbeda. Orang awam tentu saja tidak menerima ajaran Buddha dan terus terjebak dalam kelahiran kembali.   Mereka mengikuti pengaruh masyarakat dan tidak menerima ajaran Buddha. Karena itu, mereka melekat pada berbagai fenomena di dunia. Mereka melekat pada pandangan kekekalan. Ketika Buddha mengajarkan ketidakkekalan, makhluk awam malah percaya pada kekekalan.

Di dunia adakah kebahagiaan sejati ? Buddha juga mengajarkan kita bahwa karena tidak kekal, maka tiada sesuatu pun yang menjadi milik kita. Apa yang bisa membawa kesenangan ?  Tidak ada. Namun, makhluk awam percaya sebaliknya.  Mereka mencari kesenangan. Banyak yang menjalani pola hidup salah dan hanya bersenang-senang sepanjang malam tanpa pernah sadar. Demikianlah kegelapan batin makhluk awam. Meski memiliki keluarga yang bahagia dan orang tua yang mengasihi mereka, namun para anak muda malah mudah terpengaruh kondisi luar.

Setiap kita dapat mendengar banyaknya ratapan penderitaan. Betapa banyak orang di seluruh dunia yang kelaparan akibat kekeringan. Betapa banyak orang yang hidup kekurangan dan yang miskin sekaligus sakit. Sungguh banyak. Lalu dimanakah kebahagiaan ? sesungguhnya tidak ada. Begitu banyak bencana di dunia ini. Karena itu kita harus selalu meningkatkan kewaspadaan dan tidak disesatkan kondisi dunia maupun terbuai oleh godaan kesenangan duniawi.

Dengan menyadari tidak kekalnya kehidupan, tidak terjerumus dalam pandangan keliru atau tenggelam dalam kesenangan duniawi, barulah dapat memperoleh kebahagiaan sejati.

Berikutnya, tentang inti diri atau “ *aku*”, Buddha mengajarkan tentang “ *tanpa aku*”. Manakah “ *aku* “ yang sesungguhnya? Apakah yang kemaren adalah “ *aku*”? Tubuh yang kita miliki ini senantiasa bermetabolisme dan berubah. Karena itu, kita mengalami lahir, tua, sakit dan mati. Anda yang dulu baru dilahirkan beberapa puluh tahun lalu, jika dilihat dalam foto, apakah sama dengan yang sekarang ? Dari masa muda hingga masa tua, kapankah perubahan itu terjadi ? kita tidak menyadarinya. Sesungguhnya kita berubah setiap detik. Perubahan ini tak pernah berhenti. Selama kita adalah orang yang sehat, dan tubuh kita berada dalam keseimbangan, setiap saat kita akan mengalami metabolisme dan terus berproses. Jadi, inilah ketidakkekalan. Sesuatu yang terdekat dengan diri kita, tanpa kita sadari,  terdapat proses pertumbuhan jasmani. Proses perubahan ini tidak kita sadari. Jadi, dimanakah “ *aku*” yang sesungguhnya yang tidak pernah berubah? Karena tubuh ini senatiasa berubah dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa muda, setengah baya, hingga tua, lalu dimanakah atau kapankah “ *aku*” itu ada ? Inilah “ *tanpa aku*”.

Berlatih di jalan Buddha berarti harus sadar bahwa segala sesuatu di dunia hanyalah perpaduan semua unsur-unsur. Dengan memahami ketanpaakuan ini, seseorang akan dapat mencapai pembebasan.

Saudara sekalian, Buddha mengatakan bahwa sesungguhnya tiada yang dapat disebut “ *aku*”. Pun tiada yang suci dalam tubuh ini. Coba kalian pikirkan tentang tubuh ini. Saat kita berkunjung ke rumah sakit, coba renungkan tubuh siapakah yang suci dan bersih. Terlebih jika kita mengamati ke dalam diri, Sesungguhnya seberapa                                    bersihkah tubuh kita? Tubuh kita juga tidaklah bersih. Kotoran yang kita buang setiap harinya sungguh berbau tidak sedap. Namun, jika pembuangan ini tidak lancar, maka akn menimbulkan penyakit.

Ditengah kebenaran akan tiadanya “ *aku*” ini, makhluk awam malah melekat pada aku yang semu. Karena itu mereka sering berseteru. Perseturuan ini membawa malapetaka. Semua ini akibat pandangan keakuan. Tubuh yang tidak suci ini kita anggap sebagai sesuatu yang suci sehingga terus kita bela dan lekati. Dengan adanya tubuh ini, makhluk awam menciptakan banyak karma buruk demikianlah makhluk awam.

Makhluk awam melekat pada eksistensi, menggangap bahwa segala sesuatu di dunia bersifat kekal, membahagiakan, nyata dan suci sehingga terjerumus dalam empat macam kekeliruan dan menciptakan karma buruk yang tak terhingga.

Makhluk awam memiliki empat pandangan keliru. Memandang yang tidak kekal sebagai kekal, memandang yang bukan ” *aku*” sebagai “ *aku*”, memandang kebahagiaan semu sebagai kebahagiaan sejati, dan memandang yang tidak suci sebagai yang suci. Kekekalan, kebahagiaan, aku dan kesucian merupakan kemelekatan yang keliru, disebut empat kekeliruan makhluk awam. 

Semoga semua dapat meresapi kebenaran dari empat hal yang sederhana ini. Ini adalah kebenaran sejati kehidupan. Mari semua senantiasa bersungguh-sungguh.

Demikianlah diintisarikan dari   Sanubari Teduh – Kekekalan dan Ketidakkekalan (063) https://youtu.be/qvE3ub0SzKw

Sanubari Teduh : Disiarkan di Stasiun Televisi Cinta Kasih DAAITV INDONESIA :
Setiap Minggu 05.30 WIB ; Tayang ulang: Sabtu 05.30 WIB

Channel  Jakarta 59 UHF, Medan 49 UHF
TV Online : https://www.mivo.com/live/daaitv

GATHA PELIMPAHAN JASA
Semoga mengikis habis Tiga Rintangan
Semoga memperoleh kebijaksanaan dan memahami kebenaran
Semoga seluruh rintangan lenyap adanya
Dari kehidupan ke kehidupan senantiasa berjalan di Jalan Bodhisattva


Aį¹…guttara Nikāya

4.186. Kecerdasan

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau:

(1) “Bhante, oleh apakah dunia ini diarahkan? Oleh apakah dunia ini ditarik? Ketika muncul apakah maka [dunia] berada di bawah kendalinya?”

“Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Bhante, oleh apakah dunia ini diarahkan? Oleh apakah dunia ini ditarik? Ketika muncul apakah maka [dunia] berada di bawah kendalinya?’”

“Benar, Bhante.”

*“Dunia, bhikkhu, diarahkan oleh pikiran; ditarik oleh pikiran; ketika pikiran muncul, maka [dunia] berada di bawah kendalinya.”*

Dengan mengatakan, “Baik, Bhante,” bhikkhu itu senang dan gembira mendengar jawaban Sang Bhagavā. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagavā lebih lanjut:

(2) “Dikatakan, Bhante, ‘seorang terpelajar yang ahli Dhamma, seorang terpelajar yang ahli Dhamma.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar yang ahli Dhamma?”

“Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Dikatakan, Bhante, “seorang terpelajar yang ahli Dhamma, seorang terpelajar yang ahli Dhamma.” Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar yang ahli Dhamma?’”

“Benar, Bhante.”

“Aku telah mengajarkan banyak ajaran, bhikkhu: khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban. *Jika, setelah mempelajari* makna dan Dhamma *bahkan *hanya* sebuah syair empat baris,* *ia berlatih* sesuai Dhamma, maka itu *cukup* baginya untuk disebut ‘seorang terpelajar yang ahli Dhamma.’”*

Dengan mengatakan, “Baik, Bhante,” bhikkhu itu senang dan gembira mendengar jawaban Sang Bhagavā. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagavā lebih lanjut:

(3) “Dikatakan, Bhante, ‘terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus; terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus?”

Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Dikatakan, Bhante, “terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus; terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus.” Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus?’”

“Benar, Bhante.”

“Di sini, bhikkhu, seorang bhikkhu telah mendengar: *‘Ini adalah penderitaan,’* dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Ia telah mendengar: *‘Ini adalah asal-mula penderitaan,’* dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Ia telah mendengar: *‘Ini adalah lenyapnya penderitaan,’* dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Ia telah mendengar: *‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan,’* dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Dengan cara inilah seseorang itu adalah terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus.”

Dengan mengatakan, “Baik, Bhante,” bhikkhu itu senang dan gembira mendengar jawaban Sang Bhagavā. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagavā lebih lanjut:

(4) “Dikatakan, Bhante, ‘seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi, seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi?”

“Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Dikatakan, Bhante, “seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi, seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi.” Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi?’”

“Benar, Bhante.”

“Di sini, bhikkhu, seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi tidak menghendaki kesusahannya sendiri, atau kesusahan orang lain, atau kesusahan keduanya. Melainkan, ketika ia berpikir, ia hanya memikirkan kesejahteraannya sendiri, kesejahteraan orang lain, kesejahteraan keduanya, dan kesejahteraan seluruh dunia. Dengan cara inilah seseorang itu adalah seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi.”


Ven Ajahn Brahm.

Tanya;
Saya dari Australia, istri saya seorang Muslim, yang tengah berada dalam masa transisi menjadi umat Buddha. Saya juga ingin menjadi umat Buddha. Pertanyaan saya adalah bagaimana transisi Ajahn sendiri menjadi umat Buddha, dan bagaimana memastikan bahwa agama Buddha memang agama yang terbaik bagi saya?

Ajahn Brahm;
Saya terlahir di dalam keluarga yang miskin di London. Tidak seorang pun dalam keluarga saya yang menjadi umat Buddha, atau pun bisa mengeja kata "Buddha" sekali pun. Di sekolah, saya selalu mendapatkan beasiswa, sampai akhirnya kuliah di Cambridge. Dan waktu saya berusia 16 tahun, saya menjadi sangat tertarik pada agama. Tapi saya berpikir logis, "Mengapa saya harus memilih satu agama tertentu, padahal saya tidak tahu sama sekali mengenai agama-agama lainnya?" Akhirnya saya membeli buku-buku tentang aneka agama yang ada dan membacanya. Ini yang disebut riset pasar.

Waktu pertama kalinya membaca mengenai ajaran Buddha, saya sangat terkesan karena agama Buddha adalah agama yang mendorong orang untuk bertanya, dan saya tidak diminta untuk percaya kepada sesuatu. Saya tidak suka disuruh memercayai sesuatu yang tidak jelas tanpa alasan. Agama Buddha meminta kita untuk mencari tahu, bukan untuk memercayai. Dan apa yang dikatakan dalam agama Buddha itu sangat ilmiah. Saya sendiri adalah ilmuwan. Saya harus menemukan agama yang sesuai dengan ilmu yang telah saya peroleh dari sekolah dasar hingga universitas. Dan saya masih tetap mengikuti perkembangan fisika teori, bidang keahlian saya.

Sekitar setahun yang lalu, Profesor Roger Penrose, yang menemukan konsep black hole (lubang hitam dalam galaksi), datang berkunjung ke Australia Barat. Karena masih mendalami bidang ini, saya ikut makan malam dengan beliau dan para fisikawan lainnya. Satu-satunya rohaniawan dalam pertemuan itu adalah saya. Namun saya juga seorang fisikawan.

Dalam agama Buddha juga ada ajaran indah tentang meditasi. Ketika saya mengunjungi sekolah-sekolah di Australia, ada orang yang bertanya, "Umat Kristiani punya Alkitab, umat Islam punya Al-Quran, umat Yahudi punya kitab Taurat. Kalau umat Buddha, kitabnya apa?" Saya jawab, "Kitab suci agama Buddha adalah meditasi. Itulah kitab sucinya, tempat kita menenangkan diri." Saya sering mengamati orang-orang yang telah bermeditasi lebih lama dari saya, dan saya menemukan bahwa mereka ini tenang dan berhati mulia. Sebelum menjadi umat Buddha, Anda harus terlebih dahulu mencermati umat Buddha lainnya, apakah mereka ini baik hati, banyak senyum dan lembut. Kalau tidak, jangan jadi umat Buddha.

Dan kalau umat Buddha ingin berguru, ikutilah selalu nasehat ini; jangan sekali-kali mengangkat seorang bhikkhu yang kelihatannya sengsara menjadi guru Anda ! Kalau bhikkhu itu tidak bahagia, tidak senyum, maka dia itu tidak tahu apa yang sesungguhnya yang dia ajarkan.

Saya rasa itulah sebabnya mengapa agama Buddha berkembang begitu pesat. Agama Buddha itu ilmiah dan menghormati orang. Dan umat Buddha juga tidak perlu memaksa mengalihkan keyakinan orang lain. Kalau dalam hidup ini kita bukan umat Buddha, di kehidupan berikutnya Anda mungkin menjadi umat Buddha. Jadi, tidak perlu memaksakan diri....santai sajalah.☺️☺️☺️


Ven Ajahn Brahm.

Tanya;
Adakah momen-momen khusus yang begitu menginspirasi Ajahn, sehingga membuat Ajahn merasa begitu nyaman dengan kehidupan kebhikkhuan? Adakah momen-momen khusus seperti itu?

Ajahn Brahm.
Oh, pasti banyak sekali momen seperti itu. Contohnya, berdiam bersama guru saya seperti Ajahn Chah. Kebijaksanaannya luar biasa, dan beliau adalah orang yang paling bahagia yang pernah saya jumpai.

Anda kan baru 1 hari berjumpa dengan saya....Bisa saja saya bahagia hari ini, tapi besoknya saya bisa saja uring-uringan dan mulai mengomel. Nah, kalau Anda bersama seseorang untuk suatu waktu yang lama, Anda baru bisa tahu sifat asli seseorang. Kalau Anda melihat seseorang itu kesal dan marah, Anda tahu bahwa, "Ah, dia ini masih perlu banyak latihan....' Selama 9 tahun saya tinggal bersama Ajahn Chah, saya tidak pernah melihat beliau marah, sekalipun dalam situasi yang sangat sulit. Beliau begitu tenang. Dari sekian banyak banyaknya kejadian, ini hanya salah satunya saja, yang benar-benar membuat saya kagum bagaimana seharusnya seorang bhikkhu yang sejati, adalah kejadian ini.....

Kejadian ini terjadi setelah saya tinggal bersama beliau 8 tahun lamanya. Biasanya ada seorang samanera yang melayani beliau, dan hanya samanera inilah yang diizinkan untuk masuk ke tempat kediaman pribadi beliau. Dan waktu itu saya berada di bawah kaki gubug-nya. Dan beliau menyuruh saya naik, masuk ke ruang pribadinya itu, untuk mengambil sesuatu. Ini adalah satu-satunya kesempatan saya untuk masuk ke dalam kamar pribadi beliau. Dan saya merasa ini bakal menarik sekali. Soalnya saya bakal mengetahui bagaimana hidup sesungguhnya dari guru saya itu.

Dan pada saat itu, beliau merupakan seorang guru yang sudah sangat terkenal. Perdana menteri, jenderal, dan para pengusaha kaya raya memberikan kepada beliau banyak sekali hadiah. Jadi saya ingin melihat seberapa banyak barang berharga yang dipunyai oleh beliau di kamarnya. Tatkala saya masuk ke kamarnya, salah satu hal yang paling menginspirasi saya adalah melihat bahwa ruangan itu kosong, tidak seperti yang saya bayangkan.

Ada satu alas duduk dari jerami, sepotong bantal kayu, 1 atau 2 jubah disebelah kanan, dan tidak ada barang lainnya lagi. Beliau itu seorang bhikkhu yang begitu terkenalnya sampai orang-orang memberikan beliau segalanya, tapi beliau tidak mempunyai apa pun. Itulah benar-benar bhikkhu sejati




Comments

Popular posts from this blog

ZEN

Saddha * Ketidakkekalan dan Keyakinan

ę­£č§ * Usaha Benar * Pandangan Benar * ę­£ē²¾čæ›